Kamis, 31 Mei 2018

SNI UDARA AMBIEN

https://drive.google.com/open?id=1p7pvxt3pyBcq4uIDN3Cv8yCQqsjzrcZG
https://drive.google.com/open?id=1A_sGS_k7zL5uBG5WaFuNmCm04pHSIfWb
https://drive.google.com/open?id=1fwdJxbxWvgPqtZOghS7le56h7cociPAb
https://drive.google.com/open?id=1gKlFE3A99hJ-mk7zLszVD2Tuhw9kKOVd
https://drive.google.com/open?id=1SfjUG0Ip56t6wG4XrES0ETcM-fh_6mzp
https://drive.google.com/open?id=1fwdJxbxWvgPqtZOghS7le56h7cociPAb

PENETAPAN KADAR ABU SAMPEL KACANG TANAH

PENENTUAN KADAR ABU SAMPEL KACANG TANAH

A.    TUJUAN
1. Dapat Mengetahui Cara Melakukan Penentuan Kadar Abu
2. Dapat Menghitung Kadar Abu dalam Sampel
3.Dapat Mengetahui Prinsip Penetapan Kadar Abu
B.    DASAR TEORI
Abu adalah zat organic sisa hasil pembakaran suatu bahan
organic. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada
macan bahan dan cara pengabuanya.Kadar abu ada
hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang
terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat
merupakan dua macam garam yaitu garam organic dan garam
anorganik. Yang termasuk dalam garam organic misalnya
garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan
garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat,
karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut,
kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek
yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineral
nya dalambentuk aslinya sangatlah sulit,oleh karena itu
biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran
garam mineral tersebut,yang dikenal dengan pengabuan.
(sudarmadji.2003).
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan
sebagai berikut :
  • Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan
  • Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
  • Untuk memperkirakann kandungan buah yang digunakan
untuk membuat jelly. 
  • Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau
membedakan fruit uinegar (asli) atau sintesis
  • Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya
kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup
tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.( Irawati.2008 ).

Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada
suhu yang tinggi,yaitu sekitar 500-600°C dan melakukan
penimbangan zat yang tinggal setelah proses pembakaran tersebut.
Lama pengabuan tiap bahan berbeda–beda dan berkisar antara
2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan yaitu
tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan diangap selesai
apa bila diperoleh sisa pembakaran yang umumnya bewarna
putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu 30
menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadan
dingin,untuk itu krus yang berisi abu diambil dari dalam tanur
harus lebih dahulu dimasukan ke dalam oven bersuhu 105°C agar
suhunya turun menyesuaikan degan suhu didalam oven,barulah
dimasukkan kedalam desikator sampai dingin,barulah abunya
dapat ditimbang hingga hasil timbangannya konstan.( Anonim.2010 ).
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral.
(Winarno, 1992)Abu merupakan residu anorganik yang didapat
dengan cara mengabukan komponen-komponen organik dalam
bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu dalam mineral tergantung
pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang digunakan. Abu
dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan
pangan itu sendiri (indigenous).Tetapi ada beberapa mineral yang
ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja maupun
tidak disengaja. Abu dalam bahan pangan dibedakan menjadi
abu total, abu terlarut dan abu tak larut. (Puspitasari, et.al, 1991)
Analisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk
menentukan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil
reaksi setelah bahan/analit yang dihasilkan diperlakukan terhadap
pereaksi tertentu. (Widodo, 2010)Kadar abu suatu bahan ditetapkan
pula secara gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan cara
pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar.
Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi
abu dan cawan kosong.  Apabila suatu sampel di dalam cawan abu
porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan menjadi
abu berwarna putih. Ternyata didalam abu tersebut dijumpai garam-
garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu,
disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba,
Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain.Besarnya kadar abu dalam daging
ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5 %.(Yunizal, et.al, 1998)
Kadar abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang
didasarkan atas berat keringnya.

Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses
pembakaran atau hasil oksidasi.Penentuan kadar abu ada
hubungannya dengan mineral suatu bahan.Mineral yang terdapat
dalam pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu :
  • Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat, pektat dan lain-lai
  • Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali. (Anonim, 2011)
  • Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit.Menurut Winarno (1991), kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar.Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan. (Apriyantono,et.al, 1989).Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. (Sudarmadji, 1996)
Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap yaitu 
⎆Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud
untuk dapat melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan
bahan berlemak hingga kandungan asam hilang.
Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
⎆Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan
suhu pada bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar
tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada perubahan suhu
yang tiba-tiba.
Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa
mineral, kecuali mercuri dan arsen. Pengabuan kering dapat
dilakukan untuk menganalisa kandungan Ca, P, dan Fe akan
tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan
terlalu tinggi. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan
menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut.

Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada
pengabuan dengan cara lansung. Beberapa kelebihan dari cara
langsung, antara lain :
Ø Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan
dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk sample yang
relatif banyak,
Ø Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut
dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam, dan
Ø Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan
tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang
berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :
Ø Membutuhkan waktu yang lebih lama
Ø Tanpa penambahan regensia,
Ø Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan
Ø Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian
suhu tinggi (Apriantono, 1989)

Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan
reagen kimia tertentu bahan sebelum dilakukan pengabuan.
Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol
alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya
dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan
mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak
sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi
besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan
pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat
permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin
luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat
proses pengabuan. (Sudarmadji, 1996)

C.   ALAT DAN BAHAN
  1. Alat                                                      2,. Bahan
     a. Cawan Porselen                         a. Kacang tanah
    b. Spatula                    
    c. Desikator                 
    d. Tang cawan                            
    e. Neraca analitik
f. furnace
g. Kompor + gas
h. Lumpang + alu

D.    CARA KERJA
  • Berat Konstan Cawan Porselein
  1. Cawan prselein dicuci dan dikeringkan
  2. Cawan porselein dimasukkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 2 jam
  3. Dinginkan dalam desikator selama 15-30 menit, timbang cawan porselein
  4. Cawan penguap dipanaskan lagi selama 30 menit, dinginkan dalam desikator dan ditimbang
  5. Perlakuan diatas diulangi sampai tercapai bobot konstan
  • Penetapan Kadar Abu
  1. Sampel ditimbang dengan teliti 2-3 gr menggunakan cawan porselein yang sudah konstan
(jika sampel berukuran besar-besar haluskan dengan lumpang fdan alu agar mudah ditimbang)
  1. Sampel diarangkan dan didinginkan sebentar
  2. Sampel yyang telah diarangkan dimasukkan kedalam furnace untuk diabukan dengan suhu
sekitar 500-600ºC sampai pengabuan sempurna
  1. Setelah itu dinginkan cawan porselein+abu kedalam desikator selama 15-30 menit
  2. Cawan porselein+abu ditimbang hingga didapatkan bobot konstan

E.     SKEMA KERJA
Timbang sampel 2-3 gr dengan cawan porselein yang
telah konstan

Masukkan kedalam furnace suhu 500-600ºC

Timbang sampel sampai tercapai bobot konstan

Dinginkan dalam desikator 15-30 menit

Sampel diarangkan dan didinginkan sebentar
F.     DATA DAN PERHITUNGAN
Mengkonstankan cawan porselen kosong
Berat cawan porselen kosong
Berat cawan porselen setelah
pemanasan
33,8896 gr
30,4663 gr
33,8794 gr
30,4647 gr
Menentukan kadar abu total
Berat cawan porselen kosong
Berat cawan porselen setelah
pemanasan
35,3999 gr
32,5015 gr
33,9030 gr
30,5046 gr
Perhitungan :
Sampel tertimbang      : (BCPK + sampel sebelum di furnace) – BCPK
                                  : 35,3999 gr – 33,8794 gr
                                  : 1,5205 gr
Sampel tertimbang      : (BCPK + sampel sebelum di furnace) – BCPK
                                  : 32,5015 gr – 30,4647 gr
                                  : 2,0368 gr
Kadar abu :
Kadar abu   : (BCPK + Sampel setelah diabukan) – BCPK
                               Sampel tertimbang
                     : 33,9030 gr – 33,8794 gr
                                  1,5205 gr
                         : 1,55 %
Kadar abu   : (BCPK + Sampel setelah diabukan) – BCPK
                                   Sampel tertimbang
                     :  30,5046 gr – 30,4647 gr   
                                  2,0368 gr
                         : 1,95 %
Rata – rata kadar abu : 1,55% + 1,95%
                                          2
                         : 1,75 %
Standar deviasi
NO
BERAT SAMPEL
KADAR ( X )
(X – XRATA RATA )
(X – XRATA RATA )2
1.
1,5205 gr
1,55 %
-0,48 %
0,2304
2.
2,0368 gr
1,95 %
-0,28 %
0,0006
3.
2,8003 gr
2,33 %
0,3 %
0,0900
4.
2,0001 gr
2,29 %
0,26 %
0,0676
Σ = 0,3880
Xrata-rata = 1,55%+1,95%+2,33%+2,29%               
                         4
               = 2,03 %
      SD= 0,53 (teliti karena SD mendekati nol )

G.    PEMBAHASAN
Standar pada literatur kacang 0,08 % sedangkan yang didapat
1,75 % lebih besar dari standar literatur hal ini disebabkan oleh
berat yang ditimbang belum konstan dikarenakan waktu yang
tidak cukup serta terdapat zat zat lain yang ikut tertimbang.

H.    KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil kadar
abu dari sampel kacang tanah adalah 1,75 %

I.       DAFTAR PUSTAKA
  1. Anonim.2010.LAPORAN PENENTUAN KADAR ABU.http://scribd.com. Diakses 31 oktober 2010
  2. Irawati.2008.MODUL PENGUJIAN MUTU 1.Diploma IV PDPPTK VEDCA.Cianjur
  3. Sudarmadji.dkk.2003.Prosedur Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian.Liberti.Yogyakarta.
  4. http://chittaputri.blogspot.com/2012/05/kadar-abu.html